LBH GPBI Audiensi dengan BPN Bekasi, Pertanyakan Ploting Sepihak Tanah Kampung Ceger
Bekasi, 6 Maret 2025, Petajurnalis.co.id – Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pekerja Buruh Indonesia (LBH GPBI) menggelar audiensi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi untuk meminta kejelasan terkait sengketa tanah di Kampung Ceger. Audiensi yang berlangsung di ruang pengendalian dan penanganan sengketa BPN ini diterima oleh Wahyu Arthamaji Stia Widodo, S.H., M.H., selaku Plh. Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa.
Dalam pertemuan tersebut, LBH GPBI yang diwakili oleh Muhammad Fadhil, S.H., menyoroti adanya dugaan ploting tanah secara sepihak atas nama Asuan melalui aplikasi Sentuh Tanahku, tanpa sosialisasi kepada masyarakat. “Kami telah menempuh berbagai jalur dan berharap pertemuan ini dapat memberikan titik terang serta kejelasan hukum bagi warga terdampak,” ujar Fadhil.
Ploting Tanah Sepihak Dipertanyakan Warga
- Iklan Google -
Salah satu warga, Siman, mempertanyakan legalitas proses ploting tanah tersebut. Ia menegaskan bahwa status tanah di Kampung Ceger masih dalam proses sengketa, sehingga seharusnya tidak dapat dilakukan pemetaan atau penerbitan sertifikat baru.
“Bisa atau tidak ploting tanah dilakukan sepihak saat statusnya masih dalam sengketa? Bukankah itu melanggar aturan?” tanya Siman.
Selain itu, warga juga menemukan bahwa tanah milik Perum Jasa Tirta (PJT) ikut terplot dalam proses tersebut. “Bagaimana bisa tanah negara masuk dalam plot yang dilakukan secara sepihak dan dalam waktu yang sangat singkat?” tambahnya.
Potensi Pelanggaran Hukum
Tindakan ploting tanah secara sepihak berpotensi melanggar beberapa regulasi, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
Pasal 19 mengatur bahwa pemerintah wajib melakukan pendaftaran tanah secara transparan dan tidak merugikan pihak lain.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Pasal 32 menyebutkan bahwa sertifikat tanah hanya memiliki kekuatan hukum jika diterbitkan melalui prosedur yang sah dan tidak dalam sengketa.
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 10 melarang tindakan administratif yang dapat merugikan hak masyarakat tanpa dasar hukum yang jelas.
4. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan
Mengatur bahwa setiap sengketa tanah harus melalui tahapan mediasi dan pemeriksaan hukum sebelum ada keputusan ploting atau penerbitan sertifikat baru.
BPN Akan Meninjau Kembali Ploting Tanah
Menanggapi pertanyaan warga, Wahyu Arthamaji Stia Widodo menyatakan bahwa proses ploting tanah melalui aplikasi Sentuh Tanahku saat ini telah memasuki tahap akhir, namun tetap akan dikaji ulang.
“Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan tidak ada pelanggaran prosedur,” ujarnya.
Namun, jawaban tersebut dinilai masih kurang tegas oleh warga. Sain, salah satu peserta audiensi, meminta kepastian waktu penyelesaian. “Audiensi saja harus dua kali mengirim surat, sekarang pemeriksaannya butuh berapa lama? Jangan dibuat mengambang,” tegasnya.
Di akhir audiensi, Wahyu memberikan kontak pribadinya untuk komunikasi lebih lanjut terkait hasil pemeriksaan yang akan dilakukan.
LBH GPBI dan warga Kampung Ceger berharap BPN Kabupaten Bekasi dapat bertindak transparan dan adil dalam menyelesaikan sengketa tanah ini sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
(*Red Triwahyudi)