PetaJurnalis – Jakarta | Diduga PT. Sari Dumai Oleo mendaur ulang minyak jelantah menjadi minyak kemasan. perusahaan yang berlokasi di Jl. Semarang, Kawasan Berikat Nusantar (KBN) Marunda disorot oleh awak media, Disinyalir tindakan tersebut sangat merugikan konsumen dan lingkungan.
Pasalnya Minyak jelantah, yang sudah mengalami perubahan komposisi dan terkontaminasi oleh kotoran penggorengan, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi karena dapat membahayakan kesehatan.
Kuat dugaan oknum yang tidak bertanggung jawab mengambil keuntungan dari limbah minyak jelantah ini dengan mengolahnya menjadi minyak kemasan dengan merk “Minyak Kita”. Para awak media kemudian berhasil mendapatkan bukti dari armada mobil pick-up yang memuat ratusan jeriken minyak jelantah dengan kapasitas 20 liter. Armada tersebut terlihat datang ke perusahaan yang beralamat di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda pada tanggal 3 Januari 2024.
- Iklan Google -
Dalam wawancara dengan salah satu pihak penyuplai minyak jelantah yang tidak ingin disebutkan namanya, membenarkan bahwa minyak jelantah didaurulang dan dijadikan minyak kemasan dengan merk minyak kita (3/1/2024).
ketika para awak media mencoba untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada pengelola perusahaan, awak media dihadapkan dengan pihak keamanan KBN Marunda dengan alasan privasi, dan tim keamanan perusahaan mendatangkan perwakilan dari KBN Marunda untuk menangani pertanyaan awak media.
Keesokan harinya, awak media kembali mengkonfrontasi tim keamanan KBN Marunda, Bambang Wicaksono, Selaku Kepala Keamanan untuk diberikan kesempatan mengkonfirmasi hasil temuan awak media kepada pihak perusahaan.
“Harus bersurat terlebih dahulu ke pihak PT. Sari Dumai Oleo, jika surat pertama tidak digubris layangkan terus sampai surat ke 3, tetap harus mengikuti prosedur dan menjadwalkan pertemuan dengan perusahaan terlebih dahulu.” Tandas Bambang Wicaksono (4/1/2024).
Dugaan adanya pengolahan minyak jelantah menjadi minyak kemasan ini sangat tidak dapat diterima, terutama karena limbah minyak jelantah berkategori sebagai limbah beracun dan berbahaya (B3). Selain itu, tindakan ini juga melanggar aturan pengelolaan limbah yang ditunjukkan dengan keadaan yang buruk dari air selokan di sekitar perusahaan tersebut.
Sangat disayangkan, sampai berita ini diturunkan, tidak ada perwakilan perusahaan yang bersedia bertemu dengan awak media untuk mengkonfirmasi segala hal terkait pengelolaan limbah minyak jelantah tersebut. Hal ini menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab dari perusahaan dalam menghadapi masalah yang sangat serius ini.
(M.R).