Pernyataan Pers
Heruwanto Joni Ajukan Praperadilan atas Dugaan Kriminalisasi Sengketa Bisnis
Jakarta, 17 Februari 2025 – Pengusaha Heruwanto Joni, melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia Satu, resmi mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sidang pertama dijadwalkan pada Senin, 17 Februari 2025, pukul 09.00 WIB. Permohonan praperadilan ini diajukan setelah adanya dugaan penyimpangan hukum dalam penanganan kasus yang menjerat kliennya, serta indikasi kriminalisasi sengketa bisnis.
Kuasa hukum Heruwanto Joni, Nur Riyanto Hamzah, S.H., M.H., M.Kn., menyampaikan bahwa kliennya ditetapkan sebagai tersangka secara tidak sah dalam kasus yang sesungguhnya merupakan sengketa bisnis antara PT. TOP dan Kortaz PTE. LTD. “Kasus ini adalah persoalan wanprestasi dalam kerja sama bisnis, bukan tindak pidana. Namun, penyidik justru menggunakan instrumen hukum pidana untuk menjerat klien kami,” ujar Nur Riyanto.
Penyimpangan dalam Proses Hukum
Dalam permohonan praperadilan, tim kuasa hukum mengungkapkan sejumlah dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Utara, antara lain:
- Iklan Google -
1. Penetapan Tersangka Tanpa Dasar Hukum yang Sah
Kuasa hukum menilai penetapan tersangka terhadap Heruwanto Joni bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 yang mensyaratkan adanya minimal dua alat bukti yang sah dan pemeriksaan calon tersangka sebelum statusnya ditetapkan. “Klien kami ditetapkan sebagai tersangka tanpa pernah dipanggil untuk memberikan klarifikasi terlebih dahulu,” tegas Nur Riyanto.
2. Penyalahgunaan Wewenang oleh Penyidik
Penyidik disebut melakukan pemanggilan melalui WhatsApp pada hari yang sama dengan jadwal pemeriksaan, tanpa pemberitahuan resmi. Selain itu, status Heruwanto Joni dinaikkan dari saksi menjadi tersangka meskipun ia hadir memenuhi panggilan secara kooperatif. “Akses pendampingan hukum juga dibatasi pada tahap awal pemeriksaan, yang jelas-jelas melanggar hak konstitusional klien kami,” tambah Hardiansyah, S.H., anggota tim kuasa hukum lainnya.
3. Sengketa Bisnis Dijerat Pidana
Kasus ini bermula dari keterlambatan pembayaran dalam kerja sama bisnis antara Heruwanto Joni dan PT. TOP. Heruwanto Joni telah menunjukkan itikad baik dengan membayar USD 25.000 secara bertahap, menawarkan unit apartemen sebagai jaminan, serta terus berkomunikasi untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran. “Ini jelas ranah perdata, bukan pidana. Menggunakan hukum pidana dalam sengketa bisnis seperti ini berbahaya bagi iklim investasi di Indonesia,” jelas Nur Riyanto.
Fakta yang Diabaikan dan Risiko Kriminalisasi Pebisnis
Tim kuasa hukum juga membeberkan fakta-fakta yang diabaikan penyidik, seperti kerugian yang juga dialami oleh Heruwanto Joni dalam transaksi tersebut, serta kewajiban PT. TOP yang belum diselesaikan. “Seluruh transaksi telah terdokumentasi dengan jelas, dan tidak ada indikasi penyelewengan dana,” tegas Hardiansyah.
Permohonan praperadilan ini diajukan tidak hanya untuk melindungi hak hukum Heruwanto Joni, tetapi juga untuk mencegah kriminalisasi terhadap pebisnis lain di Indonesia. “Jika sengketa bisnis terus dipidanakan, akan muncul ketakutan di kalangan pelaku usaha yang pada akhirnya akan menghambat perkembangan ekonomi nasional,” pungkas Nur Riyanto.
Sidang praperadilan ini diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memastikan bahwa penegakan hukum berjalan sesuai prinsip keadilan serta ketentuan hukum yang berlaku.
Kontak Media:
Nur Riyanto Hamzah, S.H., M.H., M.Kn.
Kuasa Hukum Heruwanto Joni
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia Satu
Telp: [Nomor Telepon]
Email: [Alamat Email]
(*Red Triwahyudi)