Jakarta, – petajurnalia.co.id
Konferensi Pres kriminalisasi Women Human Human Rights Defenders (Advokat LBH Yogyakarta/YLBHI. Acara dilaksanakan di Gedung YLBHI Lt. 1-Jl. Diponegoro 74, Menteng – Jakarta Pusat.
Koalisi Lembaga Masyarakat Sipil Kriminalisasi Terhadap Advokat Pendamping Korban Kekerasan Seksual adalah Bentuk Pelemahan Komitmen Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia.
Kriminalisasi Pendamping Korban Kasus Kekerasan Seksual
- Iklan Google -
Senin, 24 Juni 2024, Polda DIY menetapkan Meila Nurul Fajriah sebagai tersangka pencemaran nama baik terkait pendampingannya pada kasus kekerasan seksual di Yogyakarta. Sebagai Pengacara LBH Yogyakarta, Meila telah membela 30 korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh IM, mantan pelajar sekaligus Mahasiswa Berprestasi Universitas Islam Indonesia (UII).
Sebelumnya, Universitas Islam Indonesia juga telah melakukan penindakan dengan membentuk tim pencari fakta untuk mengumpulkan keterangan dari para penyintas dan juga tim pendampingan psikologis. Pencarian fakta tersebut menghasilkan temuan adanya 11 korban pelecehan seksual IM. Mengingat bahwa tidak semua korban tidak mau menyampaikan kesaksiannya karena trauma, malu, takut/cemas, bahkan hingga stress. Kesaksian 11 penyintas tersebut kemudian menjadi landasan UI! untuk mencabut gelar Mahasiswa Berprestasi tahun 2016 yang disematkan kepada IM. Pencabutan tersebut digugat oleh IM ke PTUN dengan nomor perkara 17/G/2020/PTUN.YK16 Sep 2020. Namun PTUN menolak gugatan yang diajukan.
Ditolak di PTUN, IM kemudian melaporkan Meila ke Polda DIY. Laporan terhadap Meila oleh IM terjadi karena siaran pers yang menyebutkan nama lengkap IM. Alih-alih mendukung dan melindungi korban, Polda DIY malah menetapkan Meila sebagai tersangka. Proses penanganan kasus oleh Penyidik Polda DIY mengabaikan fakta-fakta penting yang menunjukkan IM sebagai pelaku kekerasan seksual, bahkan setelah adanya bukti dari UII.
Kriminalisasi ini merupakan serangan serius terhadap perempuan pembela HAM dan pendamping korban kekerasan seksual. Tindakan ini mencederai hak imunitas yang dimiliki advokat, pemberi bantuan hukum, dan pendamping korban sesuai dengan UU yang berlaku.
Kami mendesak Kapolri untuk mengevaluasi Kapolda DIY, serta meminta Kapolda DIY menghentikan proses kriminalisasi terhadap Meila. Kami juga meminta Kompolnas, Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk mengawasi dan mengevaluasi proses ini secara menyeluruh.
Kriminalisasi ini adalah langkah mundur dalam melindungi korban kekerasan seksual dan komitmen untuk melawan segala bentuk kekerasan seksual.
Kami mendesak Kapolda DIY untuk menghentikan proses hukum terhadap Meila Fajri. Kami bersama Meila, Kami bersama korban dan kami melawan segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Jakarta, 25 Juli 2024 Koalisi Lembaga Masyarakat Sipil
(*/Maya)