PT Fajar Lestari Anugrah Sejati Hadapi Sengketa Kepemilikan Saham dan Tuduhan Penggelapan
Jambi, 3 April 2025, Petajurnalis.co.id – PT Fajar Lestari Anugrah Sejati, sebuah perusahaan distribusi internet di Tanjung Pinang, saat ini tengah menghadapi sengketa kepemilikan saham serta tuduhan penggelapan dana yang diajukan oleh Hendri Hartono, salah satu pemegang saham. Perselisihan ini berujung pada proses hukum yang kini berlangsung di Pengadilan Negeri Jambi.
Latar Belakang Sengketa
Perusahaan ini didirikan oleh Yanuardi dengan komposisi awal kepemilikan saham sebagai berikut:
- Iklan Google -
Yanuardi (50%) – Direktur
Hendri Hartono (50%) – Komisaris
Dalam perkembangannya, terjadi perubahan struktur kepemilikan saham ketika Yunaswan, abang dari Yanuardi, bergabung dengan membeli sebagian saham dari Yanuardi. Hendri Hartono juga diklaim telah membeli saham tambahan dari Yanuardi. Dengan perubahan ini, komposisi kepemilikan menjadi:
Yanuardi (20%) – Direktur
Yunaswan (20%) – Komisaris Utama
Hendri Hartono (60%) – Komisaris
Namun, Yanuardi menyatakan bahwa Hendri Hartono tidak pernah melakukan pembayaran atas saham yang diklaimnya. Sementara itu, untuk mengembangkan perusahaan, Yanuardi mengajukan pinjaman ke Bank BCA sebesar Rp1,25 miliar dengan mengagunkan tanah pribadinya. Dana ini langsung digunakan untuk operasional perusahaan.
Tuduhan Penggelapan dan Upaya Hukum
Pada Agustus 2024, Hendri Hartono membawa seorang auditor ke kantor perusahaan untuk mengambil alih buku kas dan laporan keuangan. Ia menuduh Yanuardi melakukan penggelapan dana serta mengancam akan melaporkannya dengan tuduhan penggelapan dalam jabatan (Pasal 374 KUHP). Selain itu, Hendri Hartono juga diduga meminta seluruh saham Yanuardi serta ganti rugi sebesar Rp5 miliar.
Merasa tuduhan tersebut tidak berdasar, Yanuardi mengusulkan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) guna menentukan status kepemilikan saham Hendri Hartono. Namun, RUPS-LB yang digelar pada 31 Oktober 2024 gagal karena ketidaksepakatan, sementara RUPS-LB kedua pada hari berikutnya juga tidak mencapai kuorum. Akibatnya, kedua pihak mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jambi untuk menetapkan keabsahan kepemilikan saham, namun ditolak.
Keanehan dalam Proses Kasasi
Pada 10 Maret 2025, Yanuardi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, disusul Hendri Hartono pada 18 Maret 2025. Dalam prosesnya, terdapat kejanggalan, seperti pemberitahuan memori kasasi Hendri Hartono yang dikirim ke email pribadi Yanuardi alih-alih ke kuasa hukumnya, serta perbedaan tenggat waktu pengunggahan dokumen kasasi yang membingungkan.
Kuasa hukum Yanuardi telah berusaha menghubungi Pengadilan Negeri Jambi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk meminta kejelasan, namun belum mendapat respons. Selain itu, ditemukan adanya pengunggahan memori kasasi kedua dari pihak Hendri Hartono dengan tanggal yang berbeda, yang menimbulkan pertanyaan mengenai validitas dokumen tersebut.
Pernyataan Keluarga Yanuardi
Dalam konferensi pers hari ini, keluarga Yanuardi menegaskan bahwa klaim kepemilikan saham Hendri Hartono tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami mempertanyakan dasar hukum klaim ini. Hingga kini, tidak ada bukti kepemilikan yang sah yang dapat ditunjukkan. Sesuai Pasal 5 ayat 3 dan 4, kepemilikan saham harus dibuktikan dengan sertifikat saham atau dokumen resmi perusahaan,” ujar kuasa hukum Yanuardi.
Pihak keluarga juga mengkhawatirkan ketidakwajaran dalam proses hukum yang berlangsung, termasuk potensi jebakan hukum akibat perbedaan tenggat waktu dalam proses kasasi. Mereka meminta agar aparat penegak hukum bertindak adil dan transparan dalam menangani perkara ini.
“Kami hanya menginginkan keadilan dan kepastian hukum. Jangan sampai ada penyimpangan prosedur yang merugikan kami sebagai pihak yang sah secara hukum,” tambah kuasa hukum.
Sebagai langkah selanjutnya, keluarga Yanuardi berencana melaporkan dugaan kejanggalan hukum ini ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan kepastian serta perlindungan hukum yang adil.
(ALIANSI JURNALIS BERSATU – AJB)